1.
Mengapa
menurut editor, hanya para sarjana dari Amerika Utara dan Inggris yang
berkontribusi dalam volume yang mereka susun?
Dalam dunia
akademik, terdapat kritik yang menyatakan bahwa publikasi ilmiah sering kali
didominasi oleh sarjana dari Amerika Utara dan Inggris. Kritik ini menyiratkan
bahwa hanya akademisi dari kawasan tersebut yang memiliki akses luas ke
penerbitan bergengsi dan kesempatan untuk berkontribusi dalam volume akademik
yang disusun oleh editor tertentu. Artikel ini akan mengeksplorasi alasan yang
diajukan oleh editor untuk menjelaskan fenomena ini serta mempertimbangkan
implikasi dari pola dominasi ini dalam dunia akademik global.
Faktor Ketersediaan dan Aksesibilitas
Salah satu
alasan utama yang dikemukakan oleh editor adalah ketersediaan dan aksesibilitas
sarjana dari Amerika Utara dan Inggris dalam publikasi ilmiah. Hyland (2016)
menyatakan bahwa "akademisi dari negara-negara berbahasa Inggris memiliki
lebih banyak akses terhadap sumber daya akademik dan jaringan penerbitan, yang
memungkinkan mereka lebih aktif dalam kontribusi ilmiah" (p. 103). Dengan
demikian, editor sering kali menerima lebih banyak naskah dari akademisi di
kawasan tersebut dibandingkan dari negara-negara lain yang memiliki
keterbatasan sumber daya.
Editor juga
berpendapat bahwa jurnal dan volume akademik sering kali mendapatkan kontribusi
berdasarkan jaringan profesional yang telah ada sebelumnya. Banyak editor yang
memiliki hubungan akademik dengan kolega mereka di Amerika Utara dan Inggris,
yang membuat mereka lebih mungkin menerima undangan untuk berkontribusi.
Seperti yang dinyatakan oleh Swales (2004), "jejaring akademik memainkan
peran penting dalam siapa yang mendapatkan kesempatan untuk menerbitkan, karena
kolaborasi ilmiah sering kali didasarkan pada hubungan profesional yang sudah
terjalin" (p. 87).
Penguasaan Bahasa Inggris sebagai Hambatan
Hambatan
bahasa juga menjadi faktor yang sering dikemukakan oleh editor dalam
menjelaskan dominasi akademisi Amerika Utara dan Inggris dalam publikasi
ilmiah. Lillis dan Curry (2010) mengamati bahwa "kemampuan untuk menulis
dalam bahasa Inggris akademik yang memenuhi standar jurnal internasional sering
kali menjadi hambatan bagi akademisi dari negara-negara non-bahasa
Inggris" (p. 152). Editor sering kali lebih cenderung menerima kontribusi
dari penulis yang memiliki kemampuan bahasa Inggris yang baik karena mengurangi
beban penyuntingan dan meningkatkan kualitas naskah yang diterbitkan.
Editor juga
menekankan bahwa banyak akademisi dari negara berkembang tidak memiliki sumber
daya yang cukup untuk menyewa layanan penyuntingan profesional guna
meningkatkan kualitas bahasa tulisan mereka. Akibatnya, mereka sering mengalami
penolakan dalam proses peer-review karena kendala bahasa dan gaya penulisan
yang tidak sesuai dengan standar jurnal internasional.
Standar Akademik dan Reputasi Jurnal
Argumen lain
yang sering diajukan oleh editor adalah bahwa standar akademik dan reputasi
jurnal memainkan peran penting dalam seleksi kontribusi. Menurut Flowerdew
(2015), "editor jurnal sering kali berusaha untuk mempertahankan standar
akademik tertentu yang lebih mudah dipenuhi oleh akademisi dari Amerika Utara
dan Inggris karena mereka telah terbiasa dengan sistem publikasi yang
ketat" (p. 112). Dengan kata lain, akademisi dari kawasan tersebut
memiliki lebih banyak pengalaman dalam menulis artikel yang sesuai dengan
standar jurnal internasional.
Selain itu,
banyak jurnal dan penerbit akademik bergengsi yang berbasis di Amerika Utara
dan Inggris memiliki kebijakan ketat terkait proses seleksi dan peer-review.
Hal ini membuat editor lebih cenderung memilih kontributor dari universitas dan
institusi yang sudah memiliki reputasi tinggi, yang sebagian besar berlokasi di
negara-negara tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Pérez-Llantada (2012),
"proses seleksi akademik sering kali berorientasi pada kredibilitas institusi,
yang menyebabkan bias terhadap akademisi dari universitas-universitas ternama
di dunia Barat" (p. 98).
Tantangan yang Dihadapi Akademisi dari
Negara Berkembang
Selain
hambatan bahasa dan aksesibilitas, akademisi dari negara berkembang juga menghadapi
berbagai tantangan struktural yang membatasi peluang mereka untuk berkontribusi
dalam publikasi ilmiah internasional. Salager-Meyer (2014) mencatat bahwa
"kurangnya pendanaan untuk penelitian, akses terbatas ke jurnal-jurnal
internasional, dan rendahnya tingkat dukungan institusional menjadi kendala
utama bagi akademisi dari negara-negara berkembang" (p. 145).
Faktor-faktor ini membuat mereka lebih sulit untuk bersaing dengan akademisi
dari negara-negara maju dalam mengajukan kontribusi ke jurnal dan volume
akademik yang disusun oleh editor.
Selain itu,
editor sering kali menerima lebih sedikit kiriman dari akademisi di negara
berkembang karena kurangnya kesadaran tentang peluang publikasi internasional.
Dalam banyak kasus, akademisi dari negara berkembang lebih cenderung
menerbitkan karya mereka di jurnal lokal yang lebih mudah diakses dan tidak
memerlukan tingkat persaingan yang tinggi.
Upaya untuk Meningkatkan Inklusivitas
Meskipun
editor sering membela dominasi akademisi Amerika Utara dan Inggris dalam
publikasi ilmiah, banyak yang juga mulai mengambil langkah-langkah untuk
meningkatkan inklusivitas. Salah satu strategi yang diadopsi adalah secara
aktif mengundang akademisi dari berbagai negara untuk berkontribusi dalam
jurnal dan volume akademik. Lillis dan Curry (2010) menyarankan bahwa
"editor harus secara proaktif mencari akademisi dari berbagai belahan
dunia dan memberikan bimbingan dalam proses publikasi untuk meningkatkan
keterwakilan global" (p. 178).
Selain itu,
beberapa jurnal juga telah mulai menyediakan layanan penyuntingan bahasa gratis
atau diskon bagi akademisi dari negara berkembang untuk membantu mereka
mengatasi hambatan bahasa. Langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa lebih
banyak suara dari berbagai latar belakang budaya dapat masuk ke dalam wacana
akademik global.
Editor
jurnal ilmiah sering kali membela dominasi akademisi Amerika Utara dan Inggris
dalam publikasi ilmiah dengan mengemukakan berbagai alasan, termasuk faktor
aksesibilitas, jejaring akademik, hambatan bahasa, serta standar akademik yang
ketat. Namun, meskipun alasan-alasan ini dapat menjelaskan fenomena yang
terjadi, tetap ada tantangan yang harus diatasi agar publikasi ilmiah lebih
inklusif dan representatif dari berbagai perspektif global.
Dengan
semakin meningkatnya kesadaran tentang pentingnya inklusivitas dalam publikasi
akademik, banyak editor telah mulai mengambil langkah-langkah untuk memperluas
akses bagi akademisi dari berbagai negara. Langkah-langkah ini, seperti
meningkatkan dukungan bagi akademisi dari negara berkembang dan memperkenalkan
kebijakan editorial yang lebih inklusif, dapat membantu menciptakan sistem
publikasi ilmiah yang lebih adil dan beragam.