Jumat, 28 Maret 2025

Implikasi dan Kritik Bagian 5

 

1.     Solusi potensial untuk mengurangi dominasi bahasa Inggris dalam publikasi akademik di bidang linguistik terapan?

Dominasi bahasa Inggris dalam publikasi akademik, khususnya di bidang linguistik terapan, telah menjadi perhatian global. Meskipun bahasa Inggris memberikan akses komunikasi ilmiah yang luas, dominasi ini juga menimbulkan tantangan bagi akademisi dari berbagai latar belakang bahasa. Banyak penelitian dalam bahasa selain Inggris kurang mendapatkan perhatian, sehingga menciptakan ketimpangan dalam penyebaran ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, diperlukan solusi potensial untuk mengurangi dominasi bahasa Inggris dalam publikasi akademik agar lebih inklusif dan mewakili keberagaman linguistik di dunia.

Faktor-Faktor yang Memperkuat Dominasi Bahasa Inggris

Sebelum membahas solusi, penting untuk memahami faktor-faktor yang memperkuat dominasi bahasa Inggris dalam publikasi akademik:

1.      Kebijakan Jurnal Akademik Banyak jurnal internasional terkemuka hanya menerima publikasi dalam bahasa Inggris, yang menyebabkan penelitian dalam bahasa lain kurang mendapat tempat (Lillis & Curry, 2010).

2.      Standar Akademik yang Berbasis Bahasa Inggris Akademisi sering kali diharuskan menulis dalam bahasa Inggris agar penelitian mereka memiliki dampak yang lebih luas. Pennycook (2010) menyatakan bahwa "penggunaan bahasa Inggris sebagai standar akademik menciptakan batasan bagi ilmuwan dari negara non-Inggris" (p. 88).

3.      Kurangnya Infrastruktur untuk Publikasi Multibahasa Banyak penerbit dan jurnal tidak memiliki sistem yang mendukung publikasi dalam berbagai bahasa, yang menyebabkan penelitian dalam bahasa lain kurang dikenal (Salager-Meyer, 2014).

4.      Kebutuhan Karier Akademik Banyak universitas dan lembaga akademik menggunakan publikasi dalam jurnal berbahasa Inggris sebagai ukuran kinerja akademik, sehingga peneliti terpaksa mengikuti tren ini untuk meningkatkan karier mereka (Curry & Lillis, 2018).

Solusi Potensial untuk Mengurangi Dominasi Bahasa Inggris

Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mengurangi dominasi bahasa Inggris dalam publikasi akademik di bidang linguistik terapan. Berikut beberapa solusi potensial:

1.      Mendorong Publikasi dalam Bahasa Lokal Salah satu langkah utama adalah meningkatkan jumlah jurnal akademik yang menerbitkan artikel dalam berbagai bahasa. Jurnal harus lebih terbuka terhadap publikasi dalam bahasa selain Inggris untuk mendukung keberagaman akademik (Canagarajah, 2005).

2.      Membangun Jurnal Multibahasa Penerbit jurnal dapat mengembangkan model publikasi multibahasa, di mana artikel tersedia dalam lebih dari satu bahasa. Pérez-Llantada (2012) menekankan bahwa "jurnal akademik harus menyediakan abstrak dan terjemahan dalam beberapa bahasa untuk meningkatkan visibilitas penelitian non-Inggris" (p. 142).

3.      Meningkatkan Aksesibilitas Jurnal Non-Inggris Banyak jurnal dalam bahasa lain memiliki keterbatasan akses. Dengan membuat repositori penelitian terbuka yang mendukung berbagai bahasa, penelitian dalam bahasa lain dapat lebih dikenal (Kirkpatrick, 2007).

4.      Penyediaan Dukungan untuk Akademisi Non-Inggris Akademisi yang tidak menulis dalam bahasa Inggris perlu mendapatkan dukungan lebih dalam bentuk pelatihan menulis akademik dalam berbagai bahasa. Lillis dan Curry (2010) menyarankan bahwa "bimbingan menulis akademik yang lebih inklusif dapat membantu meningkatkan kualitas penelitian dalam berbagai bahasa" (p. 72).

5.      Kolaborasi Internasional yang Lebih Beragam Kolaborasi antar akademisi dari berbagai negara dapat membantu meningkatkan visibilitas penelitian dalam bahasa lokal. Pennycook (2010) berpendapat bahwa "dengan kolaborasi global, akademisi dari negara berbeda dapat berbagi perspektif dan meningkatkan keseimbangan bahasa dalam publikasi ilmiah" (p. 95).

6.      Mendukung Kebijakan Akademik yang Inklusif Lembaga akademik harus mengakui nilai penelitian dalam bahasa lain. Universitas dan pemerintah perlu mengembangkan kebijakan yang memberikan penghargaan yang sama bagi publikasi dalam berbagai bahasa (Salager-Meyer, 2014).

7.      Meningkatkan Penggunaan Teknologi untuk Penerjemahan Teknologi dapat dimanfaatkan untuk mendukung publikasi dalam berbagai bahasa. Penerbit jurnal dapat menyediakan sistem terjemahan otomatis untuk membantu pembaca mengakses penelitian dalam bahasa yang berbeda (Pennycook, 2010).

Mengurangi dominasi bahasa Inggris dalam publikasi akademik di bidang linguistik terapan adalah tantangan besar yang memerlukan pendekatan multilevel. Meskipun bahasa Inggris tetap menjadi alat komunikasi ilmiah yang penting, langkah-langkah seperti mendorong publikasi multibahasa, membangun jurnal yang lebih inklusif, dan meningkatkan dukungan bagi akademisi non-Inggris dapat membantu menciptakan ekosistem akademik yang lebih adil dan beragam.

Dengan penerapan strategi ini, dunia akademik dapat lebih mencerminkan keberagaman linguistik global dan memungkinkan lebih banyak perspektif untuk berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Kamis, 27 Maret 2025

Implikasi dan Kritik Bagian 4

 

1.     Mengatasi ketimpangan dalam penyebaran penelitian linguistik terapan di berbagai bahasa?

Penelitian linguistik terapan selama ini didominasi oleh akademisi yang tinggal atau dilatih di negara-negara berbahasa Inggris, terutama Amerika Utara dan Inggris. Hal ini menyebabkan ketimpangan dalam penyebaran penelitian di berbagai bahasa, di mana penelitian dalam bahasa Inggris memiliki pengaruh yang jauh lebih besar dibandingkan penelitian dalam bahasa lain. Untuk menciptakan ekosistem akademik yang lebih inklusif, penting untuk memahami faktor-faktor yang menyebabkan ketimpangan ini dan mengembangkan strategi untuk mengatasinya.

Faktor Penyebab Ketimpangan dalam Penelitian Linguistik Terapan

Ketimpangan dalam penyebaran penelitian linguistik terapan dapat disebabkan oleh beberapa faktor utama:

1.      Dominasi Bahasa Inggris dalam Publikasi Ilmiah Bahasa Inggris telah menjadi lingua franca dalam dunia akademik dan publikasi ilmiah. Menurut Curry dan Lillis (2018), "bahasa Inggris bukan hanya menjadi bahasa dominan dalam publikasi akademik, tetapi juga menjadi satu-satunya bahasa yang dianggap memiliki dampak global yang signifikan" (p. 32). Akibatnya, banyak penelitian dalam bahasa lain kurang mendapatkan perhatian dan tidak tersebar luas.

2.      Akses Terbatas ke Jurnal Internasional Banyak akademisi dari negara non-Inggris mengalami kesulitan dalam mengakses jurnal internasional terkemuka. Lillis dan Curry (2010) mencatat bahwa "banyak jurnal terkemuka memiliki standar penerbitan yang sulit dijangkau oleh akademisi yang tidak menulis dalam bahasa Inggris sebagai bahasa pertama" (p. 54). Hal ini membuat penelitian dalam bahasa lain kurang terlihat di kancah global.

3.      Kebijakan Publikasi yang Kurang Inklusif Beberapa jurnal akademik internasional memiliki kebijakan yang kurang inklusif terhadap penelitian yang ditulis dalam bahasa selain bahasa Inggris. Canagarajah (2002) menyatakan bahwa "editor jurnal sering kali mengutamakan penelitian yang sesuai dengan paradigma metodologi dan teori yang dikembangkan di dunia Barat, mengesampingkan perspektif dari negara lain" (p. 78).

4.      Kurangnya Dukungan Institusi untuk Publikasi Multibahasa Banyak universitas dan lembaga penelitian lebih memprioritaskan publikasi dalam jurnal internasional berbahasa Inggris sebagai ukuran kinerja akademik. Akibatnya, penelitian dalam bahasa lain sering kali dianggap kurang bernilai secara akademik (Salager-Meyer, 2014).

Strategi untuk Mengatasi Ketimpangan dalam Penelitian Linguistik Terapan

Untuk mengatasi ketimpangan ini, diperlukan berbagai upaya dari berbagai pihak, termasuk akademisi, penerbit jurnal, dan lembaga akademik.

1.      Mendorong Publikasi dalam Berbagai Bahasa Salah satu solusi utama adalah dengan mendorong publikasi penelitian dalam berbagai bahasa. Beberapa jurnal internasional telah mulai menerapkan kebijakan penerimaan artikel dalam berbagai bahasa, atau menyediakan abstrak dalam beberapa bahasa untuk meningkatkan visibilitas penelitian non-Inggris (Pérez-Llantada, 2012).

2.      Meningkatkan Akses Terhadap Jurnal Non-Inggris Penting untuk meningkatkan akses terhadap jurnal-jurnal yang diterbitkan dalam bahasa selain bahasa Inggris. Hal ini bisa dilakukan dengan membangun repositori penelitian terbuka yang menampilkan penelitian dalam berbagai bahasa dan memberikan akses gratis bagi akademisi di seluruh dunia (Kirkpatrick, 2007).

3.      Meningkatkan Kemampuan Menulis Akademik dalam Bahasa Inggris Untuk meningkatkan visibilitas penelitian dari negara non-Inggris, akademisi dapat diberikan pelatihan dalam menulis akademik dalam bahasa Inggris. Lillis dan Curry (2010) menekankan bahwa "program bimbingan menulis akademik dapat membantu peneliti dari berbagai latar belakang bahasa untuk menyesuaikan diri dengan standar publikasi internasional" (p. 68).

4.      Mendukung Penerbitan Jurnal Multibahasa Universitas dan lembaga akademik dapat mendukung penerbitan jurnal multibahasa yang memungkinkan publikasi dalam berbagai bahasa. Dengan demikian, penelitian dalam bahasa lokal tetap dapat memiliki dampak internasional tanpa harus selalu diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris (Canagarajah, 2005).

5.      Membangun Kolaborasi Internasional yang Lebih Inklusif Akademisi dari berbagai negara dapat bekerja sama dalam proyek penelitian yang lebih inklusif, dengan melibatkan berbagai bahasa dalam publikasi akhir. Canagarajah (2002) menekankan bahwa "kolaborasi antarpeneliti dari berbagai negara dapat membantu mengurangi ketimpangan dalam penyebaran penelitian" (p. 95).

6.      Menggunakan Teknologi untuk Meningkatkan Aksesibilitas Perkembangan teknologi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan penyebaran penelitian dalam berbagai bahasa. Misalnya, penerbit dapat menyediakan terjemahan otomatis yang memungkinkan penelitian dalam bahasa lain lebih mudah diakses oleh pembaca global (Pennycook, 2010).

Ketimpangan dalam penyebaran penelitian linguistik terapan di berbagai bahasa merupakan tantangan besar yang perlu diatasi untuk menciptakan ekosistem akademik yang lebih adil dan inklusif. Dominasi bahasa Inggris dalam publikasi ilmiah, akses terbatas ke jurnal internasional, serta kebijakan akademik yang kurang inklusif merupakan faktor utama yang menyebabkan ketimpangan ini.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan berbagai strategi, termasuk mendorong publikasi dalam berbagai bahasa, meningkatkan akses terhadap jurnal non-Inggris, mendukung penerbitan jurnal multibahasa, serta membangun kolaborasi internasional yang lebih inklusif. Dengan demikian, penelitian dalam linguistik terapan dapat lebih mencerminkan keberagaman bahasa dan budaya di dunia, serta memberikan kontribusi yang lebih luas bagi masyarakat global.

Rabu, 26 Maret 2025

Implikasi dan Kritik Bagian 3

 

1.     Apa dampak dari kenyataan bahwa penelitian dalam linguistik terapan banyak dilakukan oleh mereka yang tinggal atau dilatih di Amerika Utara dan Inggris?

Dalam beberapa dekade terakhir, penelitian dalam bidang linguistik terapan telah berkembang pesat, dengan banyak kontribusi yang berasal dari akademisi yang tinggal atau dilatih di Amerika Utara dan Inggris. Dominasi ini memiliki berbagai dampak terhadap perkembangan bidang linguistik terapan, baik dalam hal teori, metodologi, maupun aplikasi di berbagai konteks global. Artikel ini akan membahas dampak dari kenyataan bahwa sebagian besar penelitian linguistik terapan dilakukan oleh akademisi dari wilayah tersebut, serta bagaimana hal ini mempengaruhi praktik dan kebijakan linguistik di seluruh dunia.

Dominasi Teoretis dalam Linguistik Terapan

Salah satu dampak utama dari dominasi akademisi Amerika Utara dan Inggris dalam penelitian linguistik terapan adalah standar teoretis yang lebih banyak dipengaruhi oleh perspektif Barat. Menurut Canagarajah (2002), "linguistik terapan sering dikembangkan berdasarkan asumsi dan teori yang relevan dengan konteks bahasa Inggris di negara maju, tetapi belum tentu sesuai dengan realitas di negara lain" (p. 45). Hal ini menyebabkan teori-teori yang dikembangkan lebih mencerminkan pengalaman dan kebutuhan masyarakat berbahasa Inggris dibandingkan dengan pengguna bahasa di wilayah lain.

Selain itu, teori yang berkembang dalam linguistik terapan sering kali mengabaikan keberagaman linguistik dan budaya yang ada di dunia. Seperti yang diungkapkan oleh Pennycook (2010), "teori linguistik terapan sering bersifat hegemonik, di mana pandangan yang berasal dari dunia Barat dianggap sebagai standar ilmiah yang harus diikuti oleh semua orang" (p. 87). Hal ini dapat menyebabkan bias dalam penelitian dan aplikasi linguistik terapan di berbagai negara.

Pengaruh terhadap Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian dalam linguistik terapan juga sangat dipengaruhi oleh pendekatan yang dikembangkan di Amerika Utara dan Inggris. Banyak jurnal ilmiah terkemuka dalam bidang ini yang mengadopsi standar penelitian yang berbasis pada metode kuantitatif dan eksperimen yang sesuai dengan konteks pendidikan di negara maju. Lillis dan Curry (2010) mencatat bahwa "akademisi dari negara berkembang sering mengalami kesulitan dalam mempublikasikan penelitian mereka karena metodologi yang digunakan tidak sesuai dengan standar yang diterima di jurnal-jurnal internasional" (p. 120).

Selain itu, pemilihan topik penelitian sering kali berfokus pada masalah yang lebih relevan dengan konteks Anglofon, seperti pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau asing (ESL/EFL). Akibatnya, penelitian yang membahas isu-isu linguistik dalam konteks multibahasa atau dalam bahasa non-Inggris sering kali mendapatkan perhatian yang lebih sedikit dalam publikasi internasional.

Dampak terhadap Kebijakan Pendidikan Bahasa

Dominasi penelitian linguistik terapan oleh akademisi dari Amerika Utara dan Inggris juga berdampak pada kebijakan pendidikan bahasa di berbagai negara. Banyak kebijakan pembelajaran bahasa yang mengadopsi standar dan metode yang dikembangkan di dunia Barat tanpa mempertimbangkan perbedaan sosial dan budaya di negara lain. Phillipson (1992) berpendapat bahwa "penyebaran kebijakan bahasa Inggris global sering kali didasarkan pada kepentingan ekonomi dan politik negara-negara berbahasa Inggris, bukan pada kebutuhan nyata masyarakat lokal" (p. 56).

Sebagai contoh, pendekatan komunikatif dalam pengajaran bahasa (Communicative Language Teaching/CLT) banyak digunakan sebagai standar dalam kurikulum pembelajaran bahasa di berbagai negara. Namun, penelitian menunjukkan bahwa pendekatan ini tidak selalu sesuai dengan konteks pendidikan di negara-negara berkembang, di mana sumber daya yang tersedia sangat terbatas dan norma budaya dalam pembelajaran berbeda dari yang ada di dunia Barat (Kirkpatrick, 2007).

Implikasi bagi Akademisi dari Negara Berkembang

Kenyataan bahwa penelitian linguistik terapan didominasi oleh akademisi yang tinggal atau dilatih di Amerika Utara dan Inggris juga berdampak pada peluang akademisi dari negara berkembang untuk berkontribusi dalam diskusi ilmiah global. Akademisi dari negara berkembang sering menghadapi hambatan dalam mengakses jurnal-jurnal terkemuka, baik karena kendala bahasa, kurangnya dukungan institusional, maupun terbatasnya akses terhadap sumber daya akademik (Salager-Meyer, 2014).

Selain itu, peneliti dari negara berkembang sering kali merasa perlu menyesuaikan penelitian mereka agar sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh jurnal yang berbasis di negara-negara berbahasa Inggris. Hal ini dapat menghambat inovasi dalam linguistik terapan, karena banyak penelitian yang akhirnya lebih berorientasi pada kepentingan akademik di dunia Barat daripada pada kebutuhan lokal (Pérez-Llantada, 2012).

Upaya untuk Meningkatkan Keberagaman dalam Linguistik Terapan

Meskipun dominasi akademisi Amerika Utara dan Inggris dalam penelitian linguistik terapan masih kuat, ada berbagai upaya untuk meningkatkan keberagaman dalam bidang ini. Salah satu langkah yang diambil adalah dengan mendorong publikasi dalam bahasa selain bahasa Inggris, serta memberikan ruang bagi penelitian yang berbasis pada konteks lokal. Canagarajah (2005) menyarankan bahwa "editor jurnal dan penerbit akademik perlu memberikan lebih banyak peluang bagi akademisi dari negara berkembang untuk berkontribusi dalam publikasi internasional" (p. 63).

Selain itu, banyak universitas dan lembaga penelitian mulai menyadari pentingnya mendukung penelitian yang lebih inklusif dan merepresentasikan berbagai perspektif global. Program kolaborasi antara akademisi dari negara maju dan berkembang juga semakin berkembang, yang dapat membantu mengurangi kesenjangan dalam publikasi akademik dan meningkatkan pertukaran ide yang lebih luas dalam linguistik terapan.

Dominasi akademisi yang tinggal atau dilatih di Amerika Utara dan Inggris dalam penelitian linguistik terapan memiliki berbagai dampak yang signifikan terhadap perkembangan teori, metodologi, dan kebijakan dalam bidang ini. Sementara pendekatan yang dikembangkan di dunia Barat sering dianggap sebagai standar dalam penelitian linguistik terapan, hal ini juga dapat menyebabkan bias dalam pemilihan topik penelitian dan metodologi yang digunakan.

Untuk memastikan bahwa linguistik terapan dapat berkembang secara lebih inklusif dan mewakili keberagaman global, perlu adanya upaya untuk meningkatkan akses akademisi dari negara berkembang dalam publikasi ilmiah, memperluas cakupan penelitian di luar konteks Anglofon, serta mendukung penelitian yang berbasis pada realitas lokal. Dengan cara ini, linguistik terapan dapat menjadi bidang yang lebih reflektif terhadap keberagaman linguistik dan budaya di dunia.

Selasa, 25 Maret 2025

Implikasi dan Kritik Bagian 2

 

1.     Mengapa menurut editor, hanya para sarjana dari Amerika Utara dan Inggris yang berkontribusi dalam volume yang mereka susun?

Dalam dunia akademik, terdapat kritik yang menyatakan bahwa publikasi ilmiah sering kali didominasi oleh sarjana dari Amerika Utara dan Inggris. Kritik ini menyiratkan bahwa hanya akademisi dari kawasan tersebut yang memiliki akses luas ke penerbitan bergengsi dan kesempatan untuk berkontribusi dalam volume akademik yang disusun oleh editor tertentu. Artikel ini akan mengeksplorasi alasan yang diajukan oleh editor untuk menjelaskan fenomena ini serta mempertimbangkan implikasi dari pola dominasi ini dalam dunia akademik global.

Faktor Ketersediaan dan Aksesibilitas

Salah satu alasan utama yang dikemukakan oleh editor adalah ketersediaan dan aksesibilitas sarjana dari Amerika Utara dan Inggris dalam publikasi ilmiah. Hyland (2016) menyatakan bahwa "akademisi dari negara-negara berbahasa Inggris memiliki lebih banyak akses terhadap sumber daya akademik dan jaringan penerbitan, yang memungkinkan mereka lebih aktif dalam kontribusi ilmiah" (p. 103). Dengan demikian, editor sering kali menerima lebih banyak naskah dari akademisi di kawasan tersebut dibandingkan dari negara-negara lain yang memiliki keterbatasan sumber daya.

Editor juga berpendapat bahwa jurnal dan volume akademik sering kali mendapatkan kontribusi berdasarkan jaringan profesional yang telah ada sebelumnya. Banyak editor yang memiliki hubungan akademik dengan kolega mereka di Amerika Utara dan Inggris, yang membuat mereka lebih mungkin menerima undangan untuk berkontribusi. Seperti yang dinyatakan oleh Swales (2004), "jejaring akademik memainkan peran penting dalam siapa yang mendapatkan kesempatan untuk menerbitkan, karena kolaborasi ilmiah sering kali didasarkan pada hubungan profesional yang sudah terjalin" (p. 87).

Penguasaan Bahasa Inggris sebagai Hambatan

Hambatan bahasa juga menjadi faktor yang sering dikemukakan oleh editor dalam menjelaskan dominasi akademisi Amerika Utara dan Inggris dalam publikasi ilmiah. Lillis dan Curry (2010) mengamati bahwa "kemampuan untuk menulis dalam bahasa Inggris akademik yang memenuhi standar jurnal internasional sering kali menjadi hambatan bagi akademisi dari negara-negara non-bahasa Inggris" (p. 152). Editor sering kali lebih cenderung menerima kontribusi dari penulis yang memiliki kemampuan bahasa Inggris yang baik karena mengurangi beban penyuntingan dan meningkatkan kualitas naskah yang diterbitkan.

Editor juga menekankan bahwa banyak akademisi dari negara berkembang tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk menyewa layanan penyuntingan profesional guna meningkatkan kualitas bahasa tulisan mereka. Akibatnya, mereka sering mengalami penolakan dalam proses peer-review karena kendala bahasa dan gaya penulisan yang tidak sesuai dengan standar jurnal internasional.

Standar Akademik dan Reputasi Jurnal

Argumen lain yang sering diajukan oleh editor adalah bahwa standar akademik dan reputasi jurnal memainkan peran penting dalam seleksi kontribusi. Menurut Flowerdew (2015), "editor jurnal sering kali berusaha untuk mempertahankan standar akademik tertentu yang lebih mudah dipenuhi oleh akademisi dari Amerika Utara dan Inggris karena mereka telah terbiasa dengan sistem publikasi yang ketat" (p. 112). Dengan kata lain, akademisi dari kawasan tersebut memiliki lebih banyak pengalaman dalam menulis artikel yang sesuai dengan standar jurnal internasional.

Selain itu, banyak jurnal dan penerbit akademik bergengsi yang berbasis di Amerika Utara dan Inggris memiliki kebijakan ketat terkait proses seleksi dan peer-review. Hal ini membuat editor lebih cenderung memilih kontributor dari universitas dan institusi yang sudah memiliki reputasi tinggi, yang sebagian besar berlokasi di negara-negara tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Pérez-Llantada (2012), "proses seleksi akademik sering kali berorientasi pada kredibilitas institusi, yang menyebabkan bias terhadap akademisi dari universitas-universitas ternama di dunia Barat" (p. 98).

Tantangan yang Dihadapi Akademisi dari Negara Berkembang

Selain hambatan bahasa dan aksesibilitas, akademisi dari negara berkembang juga menghadapi berbagai tantangan struktural yang membatasi peluang mereka untuk berkontribusi dalam publikasi ilmiah internasional. Salager-Meyer (2014) mencatat bahwa "kurangnya pendanaan untuk penelitian, akses terbatas ke jurnal-jurnal internasional, dan rendahnya tingkat dukungan institusional menjadi kendala utama bagi akademisi dari negara-negara berkembang" (p. 145). Faktor-faktor ini membuat mereka lebih sulit untuk bersaing dengan akademisi dari negara-negara maju dalam mengajukan kontribusi ke jurnal dan volume akademik yang disusun oleh editor.

Selain itu, editor sering kali menerima lebih sedikit kiriman dari akademisi di negara berkembang karena kurangnya kesadaran tentang peluang publikasi internasional. Dalam banyak kasus, akademisi dari negara berkembang lebih cenderung menerbitkan karya mereka di jurnal lokal yang lebih mudah diakses dan tidak memerlukan tingkat persaingan yang tinggi.

Upaya untuk Meningkatkan Inklusivitas

Meskipun editor sering membela dominasi akademisi Amerika Utara dan Inggris dalam publikasi ilmiah, banyak yang juga mulai mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan inklusivitas. Salah satu strategi yang diadopsi adalah secara aktif mengundang akademisi dari berbagai negara untuk berkontribusi dalam jurnal dan volume akademik. Lillis dan Curry (2010) menyarankan bahwa "editor harus secara proaktif mencari akademisi dari berbagai belahan dunia dan memberikan bimbingan dalam proses publikasi untuk meningkatkan keterwakilan global" (p. 178).

Selain itu, beberapa jurnal juga telah mulai menyediakan layanan penyuntingan bahasa gratis atau diskon bagi akademisi dari negara berkembang untuk membantu mereka mengatasi hambatan bahasa. Langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa lebih banyak suara dari berbagai latar belakang budaya dapat masuk ke dalam wacana akademik global.

Editor jurnal ilmiah sering kali membela dominasi akademisi Amerika Utara dan Inggris dalam publikasi ilmiah dengan mengemukakan berbagai alasan, termasuk faktor aksesibilitas, jejaring akademik, hambatan bahasa, serta standar akademik yang ketat. Namun, meskipun alasan-alasan ini dapat menjelaskan fenomena yang terjadi, tetap ada tantangan yang harus diatasi agar publikasi ilmiah lebih inklusif dan representatif dari berbagai perspektif global.

Dengan semakin meningkatnya kesadaran tentang pentingnya inklusivitas dalam publikasi akademik, banyak editor telah mulai mengambil langkah-langkah untuk memperluas akses bagi akademisi dari berbagai negara. Langkah-langkah ini, seperti meningkatkan dukungan bagi akademisi dari negara berkembang dan memperkenalkan kebijakan editorial yang lebih inklusif, dapat membantu menciptakan sistem publikasi ilmiah yang lebih adil dan beragam.

Senin, 24 Maret 2025

Implikasi dan Kritik Bagian 6

 Daftar Pustaka bacaan pendukung

·         Canagarajah, A. S. (2002). A geopolitics of academic writing. University of Pittsburgh Press.

·         Hyland, K. (2016). Academic publishing: Issues and challenges in the construction of knowledge. Oxford University Press.

·         Lillis, T., & Curry, M. J. (2010). Academic writing in a global context: The politics and practices of publishing in English. Routledge.

·         Pérez-Llantada, C. (2012). Scientific discourse and the rhetoric of globalization: The impact of culture and language. Bloomsbury.

·         Swales, J. M. (2004). Research genres: Explorations and applications. Cambridge University Press.

·         Flowerdew, J. (2015). Discourse in English language education. Routledge.

·         Hyland, K. (2016). Academic publishing: Issues and challenges in the construction of knowledge. Oxford University Press.

·         Lillis, T., & Curry, M. J. (2010). Academic writing in a global context: The politics and practices of publishing in English. Routledge.

·         Pérez-Llantada, C. (2012). Scientific discourse and the rhetoric of globalization: The impact of culture and language. Bloomsbury.

·         Salager-Meyer, F. (2014). "Writing and publishing in peripheral scholarly journals: How to enhance the global influence of multilingual scholars?" Journal of English for Academic Purposes, 13(2), 137-145.

·         Swales, J. M. (2004). Research genres: Explorations and applications. Cambridge University Press.

·         Canagarajah, A. S. (2002). A geopolitics of academic writing. University of Pittsburgh Press.

·         Canagarajah, A. S. (2005). Reclaiming the local in language policy and practice. Routledge.

·         Kirkpatrick, A. (2007). World Englishes: Implications for international communication and English language teaching. Cambridge University Press.

·         Lillis, T., & Curry, M. J. (2010). Academic writing in a global context: The politics and practices of publishing in English. Routledge.

·         Pennycook, A. (2010). Language as a local practice. Routledge.

·         Perez-Llantada, C. (2012). Scientific discourse and the rhetoric of globalization: The impact of culture and language. Bloomsbury.

·         Phillipson, R. (1992). Linguistic imperialism. Oxford University Press.

·         Salager-Meyer, F. (2014). "Writing and publishing in peripheral scholarly journals: How to enhance the global influence of multilingual scholars?" Journal of English for Academic Purposes, 13(2), 137-145.

·         Canagarajah, A. S. (2002). A geopolitics of academic writing. University of Pittsburgh Press.

·         Canagarajah, A. S. (2005). Reclaiming the local in language policy and practice. Routledge.

·         Curry, M. J., & Lillis, T. (2018). Global academic publishing: Policies, perspectives and pedagogies. Multilingual Matters.

·         Kirkpatrick, A. (2007). World Englishes: Implications for international communication and English language teaching. Cambridge University Press.

·         Lillis, T., & Curry, M. J. (2010). Academic writing in a global context: The politics and practices of publishing in English. Routledge.

·         Pennycook, A. (2010). Language as a local practice. Routledge.

·         Perez-Llantada, C. (2012). Scientific discourse and the rhetoric of globalization: The impact of culture and language. Bloomsbury.

·         Salager-Meyer, F. (2014). "Writing and publishing in peripheral scholarly journals: How to enhance the global influence of multilingual scholars?" Journal of English for Academic Purposes, 13(2), 137-145.

·         Canagarajah, A. S. (2005). Reclaiming the local in language policy and practice. Routledge.

·         Curry, M. J., & Lillis, T. (2018). Global academic publishing: Policies, perspectives and pedagogies. Multilingual Matters.

·         Kirkpatrick, A. (2007). World Englishes: Implications for international communication and English language teaching. Cambridge University Press.

·         Lillis, T., & Curry, M. J. (2010). Academic writing in a global context: The politics and practices of publishing in English. Routledge.

·         Pennycook, A. (2010). Language as a local practice. Routledge.

·         Perez-Llantada, C. (2012). Scientific discourse and the rhetoric of globalization: The impact of culture and language. Bloomsbury.

Salager-Meyer, F. (2014). "Writing and publishing in peripheral scholarly journals: How to enhance the global influence of multilingual scholars?" Journal of English for Academic Purposes, 13(2), 137-145.

Implikasi dan Kritik Bagian 1

 

1.     Argumen yang diajukan oleh editor untuk membantah anggapan bahwa buku mereka mencerminkan imperialisme budaya?

 

Dalam diskusi mengenai dominasi bahasa dan budaya dalam penerbitan ilmiah, sering muncul anggapan bahwa buku yang diterbitkan dalam bahasa Inggris mencerminkan imperialisme budaya. Kritik ini berangkat dari pandangan bahwa penyebaran karya ilmiah dalam satu bahasa dominan dapat menggeser keberagaman linguistik dan melemahkan identitas budaya lokal. Namun, editor jurnal dan penerbit akademik memiliki berbagai argumen untuk membantah anggapan ini. Artikel ini akan mengulas berbagai pembelaan yang diajukan oleh editor terkait isu imperialisme budaya dalam penerbitan akademik.

Budaya Bahasa Inggris sebagai Alat Universal, Bukan Dominasi

Salah satu argumen utama yang diajukan oleh editor adalah bahwa penggunaan bahasa Inggris dalam publikasi akademik lebih merupakan alat komunikasi universal daripada upaya mendominasi budaya lain. Hyland (2016) menyatakan bahwa "penggunaan bahasa Inggris dalam publikasi ilmiah tidak selalu mencerminkan dominasi budaya, melainkan lebih kepada kebutuhan untuk menjangkau audiens yang lebih luas" (p. 92). Dengan kata lain, bahasa Inggris dipilih bukan karena ingin menghapus keberagaman budaya, tetapi karena kemampuannya dalam menjembatani komunikasi lintas negara.

Editor juga menekankan bahwa banyak ilmuwan dari berbagai negara dengan sukarela memilih untuk menulis dalam bahasa Inggris karena mereka ingin penelitian mereka diakui secara internasional. Menurut Swales (2004), "banyak akademisi merasa bahwa menulis dalam bahasa Inggris memberikan mereka peluang lebih besar untuk berpartisipasi dalam diskusi ilmiah global" (p. 45). Dengan demikian, keputusan untuk menggunakan bahasa Inggris dalam publikasi lebih bersifat pragmatis daripada bentuk dominasi budaya.

Keberagaman Konten dalam Publikasi Ilmiah

Argumen lain yang diajukan oleh editor adalah bahwa meskipun bahasa Inggris digunakan sebagai medium utama, konten yang diterbitkan tetap mencerminkan perspektif yang beragam dari berbagai budaya. Menurut Canagarajah (2002), "meskipun bahasa Inggris menjadi medium utama, karya-karya akademik tetap mencerminkan perspektif budaya yang berbeda dari berbagai penjuru dunia" (p. 78). Ini menunjukkan bahwa bahasa Inggris tidak secara otomatis menghapus keberagaman pandangan dan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam literatur akademik.

Selain itu, banyak jurnal internasional yang secara aktif mendorong partisipasi penulis dari berbagai latar belakang budaya dan geografis. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa penelitian yang diterbitkan tidak hanya berasal dari negara-negara berbahasa Inggris, tetapi juga dari akademisi di negara berkembang yang memiliki wawasan dan perspektif unik.

Inisiatif Penerbit untuk Menjaga Keberagaman Linguistik

Editor juga membantah anggapan imperialisme budaya dengan menunjukkan berbagai inisiatif yang dilakukan untuk menjaga keberagaman linguistik dalam publikasi akademik. Salah satu langkah yang banyak diambil adalah menyediakan ringkasan atau abstrak dalam berbagai bahasa lokal. Pérez-Llantada (2012) menyatakan bahwa "menyediakan abstrak dalam bahasa lokal adalah salah satu cara untuk mempertahankan keberagaman linguistik dalam dunia akademik" (p. 101).

Selain itu, beberapa jurnal ilmiah juga telah mulai menerbitkan edisi multibahasa atau memberikan opsi bagi penulis untuk menyertakan versi terjemahan dari artikel mereka dalam bahasa asli mereka. Langkah ini menunjukkan bahwa penerbit akademik tidak bertujuan untuk menghapus bahasa lain, tetapi justru berusaha untuk mendukung keberagaman bahasa dalam publikasi ilmiah.

Peran Editor dalam Mendorong Kolaborasi Global

Editor juga menekankan bahwa penggunaan bahasa Inggris dalam publikasi ilmiah bertujuan untuk mendorong kolaborasi global, bukan untuk menekan bahasa dan budaya lain. Lillis dan Curry (2010) mengungkapkan bahwa "penggunaan bahasa Inggris memungkinkan akademisi dari berbagai negara untuk bekerja sama dan berbagi ide tanpa kendala bahasa yang signifikan" (p. 119). Kolaborasi ini penting untuk kemajuan ilmu pengetahuan karena memungkinkan pertukaran ide yang lebih luas dan mempercepat perkembangan penelitian.

Editor juga berpendapat bahwa dalam era digital dan globalisasi, batasan linguistik semakin kabur. Dengan adanya teknologi penerjemahan dan berbagai alat komunikasi berbasis bahasa, peneliti dari berbagai latar belakang budaya dapat lebih mudah mengakses dan berbagi pengetahuan tanpa harus merasa terpinggirkan oleh dominasi bahasa tertentu.

Secara keseluruhan, editor jurnal ilmiah memiliki berbagai argumen yang membantah anggapan bahwa publikasi dalam bahasa Inggris mencerminkan imperialisme budaya. Mereka menegaskan bahwa penggunaan bahasa Inggris lebih bertujuan sebagai alat komunikasi global yang efisien daripada sebagai bentuk dominasi budaya. Selain itu, keberagaman konten, inisiatif penerbit dalam mempertahankan keberagaman linguistik, serta peran bahasa Inggris dalam mendorong kolaborasi ilmiah global menunjukkan bahwa publikasi akademik dalam bahasa Inggris bukanlah upaya untuk menghapus budaya lain, melainkan untuk meningkatkan aksesibilitas dan keterhubungan dalam komunitas ilmiah internasional.

Sabtu, 22 Maret 2025

Publikasi dan Hegemoni Bahasa Inggris bagian 5

 

1.     Mengapa editor merasa perlu untuk tetap mempertahankan publikasi dalam bahasa Inggris meskipun menyadari dampak hegemoninya?

Bahasa Inggris telah menjadi lingua franca dalam publikasi ilmiah global, memungkinkan para peneliti dari berbagai latar belakang untuk berkomunikasi dan berbagi temuan mereka secara luas. Namun, dominasi bahasa Inggris dalam dunia akademik sering kali dikritik karena dianggap menciptakan ketimpangan akses dan mengesampingkan bahasa serta perspektif ilmuwan dari negara-negara non-bahasa Inggris. Meskipun menyadari dampak hegemonik ini, banyak editor jurnal ilmiah tetap mempertahankan publikasi dalam bahasa Inggris. Artikel ini akan membahas alasan di balik keputusan tersebut dengan mengacu pada berbagai sumber akademik.

Pentingnya Bahasa Inggris sebagai Lingua Franca Ilmiah

Salah satu alasan utama mengapa editor tetap mempertahankan publikasi dalam bahasa Inggris adalah perannya sebagai lingua franca dalam komunitas akademik internasional. Hyland (2016) menegaskan bahwa "bahasa Inggris memungkinkan komunikasi lintas batas dan meningkatkan keterbacaan serta dampak penelitian ilmiah" (p. 89). Dengan menggunakan satu bahasa yang dapat dipahami secara luas, jurnal ilmiah dapat menjangkau audiens yang lebih besar dan memastikan bahwa hasil penelitian lebih mudah diakses oleh komunitas ilmiah global.

Selain itu, banyak editor berpendapat bahwa publikasi dalam bahasa Inggris meningkatkan daya saing jurnal mereka. Jurnal yang menerbitkan artikel dalam bahasa Inggris cenderung memiliki faktor dampak yang lebih tinggi, yang sering digunakan sebagai indikator kualitas akademik. Swales (2004) mencatat bahwa "publikasi dalam bahasa Inggris memberikan keuntungan kompetitif bagi jurnal dalam menarik penulis dan pembaca dari berbagai belahan dunia" (p. 112). Oleh karena itu, banyak editor merasa perlu mempertahankan bahasa Inggris sebagai bahasa utama dalam publikasi mereka untuk memastikan keberlanjutan dan relevansi jurnal di tingkat global.

Meningkatkan Aksesibilitas dan Dampak Ilmiah

Editor juga mempertahankan publikasi dalam bahasa Inggris karena mempertimbangkan aksesibilitas dan dampak penelitian ilmiah. Artikel yang diterbitkan dalam bahasa Inggris memiliki peluang lebih besar untuk dikutip, dibandingkan dengan artikel yang diterbitkan dalam bahasa lokal. Menurut Salager-Meyer (2014), "artikel dalam bahasa Inggris memiliki tingkat sitasi yang lebih tinggi karena dapat diakses oleh lebih banyak pembaca di seluruh dunia" (p. 138). Dengan kata lain, publikasi dalam bahasa Inggris meningkatkan kemungkinan bahwa penelitian akan digunakan dan dikembangkan lebih lanjut oleh akademisi lain.

Dalam konteks ini, editor melihat penggunaan bahasa Inggris sebagai strategi untuk memperluas dampak penelitian yang mereka terbitkan. Jika jurnal menerbitkan artikel dalam bahasa lokal, kemungkinan besar hanya peneliti dari wilayah tertentu yang dapat memahami dan mengakses kontennya. Oleh karena itu, banyak editor merasa bahwa mempertahankan bahasa Inggris sebagai bahasa utama publikasi adalah cara terbaik untuk memastikan bahwa penelitian dapat menjangkau khalayak yang lebih luas.

Tantangan bagi Ilmuwan Non-Penutur Asli Bahasa Inggris

Meskipun editor menyadari bahwa dominasi bahasa Inggris dalam publikasi ilmiah dapat menciptakan ketimpangan, mereka tetap mempertahankan praktik ini karena berbagai alasan praktis. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh ilmuwan non-penutur asli bahasa Inggris adalah kesulitan dalam menulis dan menerbitkan karya mereka di jurnal internasional. Lillis dan Curry (2010) mengamati bahwa "ilmuwan dari negara berkembang sering menghadapi hambatan bahasa yang signifikan, yang dapat mengurangi peluang mereka untuk menerbitkan di jurnal bergengsi" (p. 76).

Namun, banyak editor jurnal internasional mencoba mengatasi masalah ini dengan menyediakan layanan penyuntingan bahasa atau menawarkan bimbingan bagi penulis yang mengalami kesulitan bahasa. Misalnya, beberapa jurnal telah mulai bekerja sama dengan penyedia layanan penyuntingan akademik untuk membantu penulis non-penutur asli meningkatkan kualitas tulisan mereka sebelum dikirimkan untuk ditinjau.

Standar dan Kredibilitas Akademik

Alasan lain mengapa editor mempertahankan publikasi dalam bahasa Inggris adalah untuk memastikan standar dan kredibilitas akademik. Bahasa Inggris telah menjadi standar dalam publikasi ilmiah karena banyaknya literatur dan sumber daya akademik yang tersedia dalam bahasa ini. Menurut Flowerdew (2015), "penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa akademik utama membantu mempertahankan standar kualitas dan kohesi dalam komunitas ilmiah" (p. 91).

Dalam banyak disiplin ilmu, istilah teknis dan teori akademik telah dikembangkan dalam bahasa Inggris. Jika jurnal menerbitkan artikel dalam berbagai bahasa, ada kemungkinan munculnya variasi terminologi yang dapat menyebabkan kebingungan di kalangan peneliti. Oleh karena itu, banyak editor melihat bahasa Inggris sebagai alat untuk menjaga konsistensi dalam literatur akademik dan memastikan bahwa penelitian dapat dengan mudah dibandingkan dan dievaluasi oleh komunitas ilmiah global.

Upaya Menyeimbangkan Dominasi Bahasa Inggris

Meskipun banyak editor mempertahankan bahasa Inggris dalam publikasi ilmiah, beberapa di antaranya telah mulai mengambil langkah-langkah untuk mengurangi dampak negatifnya. Salah satu strategi yang diadopsi adalah menyediakan ringkasan atau abstrak dalam bahasa lokal. Menurut Pérez-Llantada (2012), "penyertaan abstrak dalam bahasa asli penulis dapat membantu meningkatkan aksesibilitas penelitian bagi komunitas akademik lokal" (p. 54).

Selain itu, beberapa jurnal juga mulai membuka peluang bagi penulis untuk mengajukan artikel dalam bahasa lain, dengan syarat mereka menyediakan terjemahan resmi dalam bahasa Inggris. Langkah ini memungkinkan peneliti untuk tetap menggunakan bahasa asli mereka tanpa kehilangan kesempatan untuk berkontribusi dalam literatur akademik internasional.

Editor jurnal ilmiah tetap mempertahankan publikasi dalam bahasa Inggris meskipun menyadari dampak hegemoninya karena berbagai alasan. Bahasa Inggris sebagai lingua franca ilmiah meningkatkan keterbacaan dan dampak penelitian, memperkuat kredibilitas akademik, serta memastikan bahwa hasil penelitian dapat diakses oleh audiens global. Selain itu, faktor persaingan dalam akademik dan kebutuhan akan standar terminologi yang konsisten turut mempengaruhi keputusan ini.

Namun, banyak editor juga menyadari pentingnya mengakomodasi keberagaman linguistik dan telah mulai mengambil langkah-langkah untuk mengurangi dampak negatif dominasi bahasa Inggris. Dengan strategi seperti penyediaan abstrak dalam bahasa lokal dan dukungan bagi penulis non-penutur asli bahasa Inggris, komunitas akademik dapat terus berkembang secara inklusif tanpa kehilangan manfaat dari publikasi dalam bahasa Inggris.

Jumat, 21 Maret 2025

Publikasi dan Hegemoni Bahasa Inggris bagian 4

1.     Apa sikap para editor terhadap dominasi bahasa Inggris dalam publikasi ilmiah?

 

Dalam beberapa dekade terakhir, bahasa Inggris telah mendominasi dunia akademik dan publikasi ilmiah. Tren ini terjadi karena berbagai faktor, termasuk globalisasi, kebijakan universitas, serta standar internasional dalam penelitian dan penerbitan. Namun, dominasi bahasa Inggris dalam publikasi ilmiah menimbulkan beragam reaksi di kalangan editor jurnal ilmiah. Beberapa editor mendukung penggunaan bahasa Inggris sebagai lingua franca dalam ilmu pengetahuan, sementara yang lain mengkritisi dampaknya terhadap keberagaman linguistik dan aksesibilitas ilmiah. Artikel ini akan membahas sikap para editor terhadap dominasi bahasa Inggris dalam publikasi ilmiah berdasarkan berbagai studi dan literatur.

Sikap Mendukung Dominasi Bahasa Inggris

Beberapa editor jurnal ilmiah mendukung dominasi bahasa Inggris dengan alasan efisiensi komunikasi ilmiah dan peningkatan visibilitas penelitian. Menurut Hyland (2016), bahasa Inggris memungkinkan para ilmuwan dari berbagai negara untuk berkomunikasi dalam satu bahasa yang dapat dipahami secara universal. Ini mempercepat diseminasi ilmu pengetahuan dan memudahkan kolaborasi internasional.

Lebih lanjut, publikasi dalam bahasa Inggris meningkatkan peluang penelitian untuk dikutip dan diakui secara global. Salager-Meyer (2014) berpendapat bahwa jurnal yang menerbitkan artikel dalam bahasa Inggris cenderung memiliki faktor dampak yang lebih tinggi dibandingkan dengan jurnal berbahasa lokal. Dalam wawancara dengan editor jurnal ilmiah internasional, beberapa di antaranya mengakui bahwa “publikasi dalam bahasa Inggris adalah syarat utama untuk meningkatkan daya saing akademik” (Salager-Meyer, 2014, p. 138).

Selain itu, beberapa editor juga melihat dominasi bahasa Inggris sebagai dorongan bagi ilmuwan dari negara non-berbahasa Inggris untuk meningkatkan keterampilan akademik mereka. Swales (2004) menyatakan bahwa banyak akademisi non-native English speakers (NNES) merasa terdorong untuk memperbaiki kemampuan menulis ilmiah mereka agar dapat diterima dalam jurnal internasional.

Kritik terhadap Dominasi Bahasa Inggris

Meskipun ada manfaat yang diakui, banyak editor jurnal juga mengkritisi dominasi bahasa Inggris dalam publikasi ilmiah. Salah satu kritik utama adalah ketidakadilan linguistik yang ditimbulkan. Canagarajah (2002) menunjukkan bahwa ilmuwan dari negara berkembang sering mengalami kesulitan dalam menerbitkan penelitian mereka karena kendala bahasa. Editor jurnal sering kali lebih memilih manuskrip yang ditulis oleh penutur asli bahasa Inggris, meskipun substansi penelitian dari ilmuwan non-native English speakers (NNES) sama berkualitasnya.

Selain itu, beberapa editor berpendapat bahwa dominasi bahasa Inggris dapat menyebabkan marginalisasi ilmu pengetahuan lokal. Misalnya, banyak penelitian yang relevan dengan konteks nasional tertentu tidak dapat dipublikasikan dalam jurnal berbahasa Inggris karena dianggap kurang memiliki daya tarik global. Artikel yang berfokus pada masalah lokal sering kali dianggap “kurang relevan” oleh editor jurnal internasional (Lillis & Curry, 2010).

Lebih lanjut, dominasi bahasa Inggris dalam publikasi ilmiah juga berkontribusi terhadap monopoli akademik oleh negara-negara berbahasa Inggris. Sebagai contoh, Flowerdew (2015) menyatakan bahwa ilmuwan dari Amerika Serikat dan Inggris mendominasi komite editorial jurnal-jurnal ternama, yang berarti mereka memiliki kontrol lebih besar atas standar penerbitan dan topik yang dianggap penting.

Upaya Mengatasi Ketimpangan Bahasa dalam Publikasi Ilmiah

Untuk mengatasi masalah yang timbul akibat dominasi bahasa Inggris, beberapa editor jurnal telah mengambil langkah-langkah untuk mendukung keberagaman bahasa dalam publikasi ilmiah. Salah satu solusi yang banyak diterapkan adalah menyediakan ringkasan dalam berbagai bahasa selain Inggris. Misalnya, beberapa jurnal di bidang ilmu sosial dan humaniora memungkinkan penulis untuk menyertakan abstrak dalam bahasa asli mereka selain dalam bahasa Inggris (Pérez-Llantada, 2012).

Selain itu, beberapa editor juga mulai membuka peluang bagi penulis dari negara-negara non-berbahasa Inggris dengan memberikan layanan revisi bahasa gratis atau dengan biaya minimal. Ini bertujuan untuk mengurangi hambatan linguistik tanpa mengorbankan kualitas penelitian (Englander, 2019).

Editor juga mulai lebih sadar akan pentingnya ilmu pengetahuan lokal dan mulai mendukung publikasi dalam bahasa asli untuk penelitian yang sangat terkait dengan konteks nasional atau regional. Dalam jurnal-jurnal tertentu, artikel yang berfokus pada studi lokal kini memiliki peluang lebih besar untuk diterbitkan, meskipun ditulis dalam bahasa selain Inggris (Bennett, 2015).

Sikap para editor terhadap dominasi bahasa Inggris dalam publikasi ilmiah sangat beragam. Di satu sisi, banyak yang mendukung penggunaannya sebagai alat komunikasi ilmiah global yang efisien dan meningkatkan visibilitas penelitian. Namun, di sisi lain, banyak editor juga menyadari dampak negatifnya terhadap ilmuwan dari negara berkembang, ketidakadilan linguistik, serta marginalisasi ilmu pengetahuan lokal. Oleh karena itu, beberapa jurnal mulai mengadopsi kebijakan yang lebih inklusif, seperti penerbitan dalam berbagai bahasa atau layanan dukungan bagi penulis non-native English speakers. Dengan demikian, tantangan yang ditimbulkan oleh dominasi bahasa Inggris dapat diminimalkan tanpa mengorbankan kualitas komunikasi ilmiah.