Sabtu, 29 Maret 2025

Sejarah dan Perkembangan Linguistik Terapan bagian 1

1.     Akademisi pertama di Amerika Serikat dan Inggris yang menyandang gelar profesor linguistik terapan.

 

Linguistik terapan merupakan bidang studi yang berkembang pesat pada abad ke-20, dengan fokus pada penerapan teori linguistik dalam konteks dunia nyata, seperti pembelajaran bahasa, penerjemahan, dan komunikasi lintas budaya. Meskipun linguistik sebagai disiplin ilmu telah ada selama berabad-abad, pengakuan linguistik terapan sebagai bidang akademik yang terpisah terjadi relatif baru, terutama di Amerika Serikat dan Inggris. Seiring dengan perkembangan ini, beberapa akademisi menjadi tokoh kunci dalam membangun dan memperluas cakupan linguistik terapan, termasuk mereka yang pertama kali memperoleh gelar profesor dalam bidang ini.

Amerika Serikat: Robert Lado dan Awal Linguistik Terapan

Di Amerika Serikat, Robert Lado (1915–1995) dikenal sebagai salah satu akademisi pertama yang menyandang gelar profesor linguistik terapan. Lado adalah seorang ahli dalam pembelajaran bahasa kedua dan merupakan pendiri program linguistik terapan di Georgetown University. Dalam bukunya yang berpengaruh, Linguistics Across Cultures (1957), ia menekankan pentingnya analisis kontrasif dalam pembelajaran bahasa kedua.

Menurut Lado (1957), "individuals tend to transfer the forms and meanings, and the distribution of forms and meanings of their native language and culture to the foreign language and culture" (p. 2). Pandangan ini menjadi dasar bagi teori analisis kontrasif, yang memainkan peran penting dalam metodologi pengajaran bahasa pada saat itu.

Robert Lado tidak hanya berkontribusi dalam pengajaran bahasa tetapi juga dalam pengembangan program akademik linguistik terapan. Pada tahun 1960-an, ia menjadi salah satu profesor pertama yang secara resmi diakui dalam bidang linguistik terapan di Amerika Serikat. Keberadaannya di Georgetown University membantu memperkuat status linguistik terapan sebagai disiplin ilmu yang terpisah dari linguistik teoretis.

Selain Lado, seorang akademisi lain yang berperan penting dalam pengembangan linguistik terapan adalah Charles A. Ferguson (1921–1998). Ferguson dikenal atas kontribusinya dalam sosiolinguistik dan analisis variasi bahasa. Meskipun fokus utamanya bukan semata-mata pada linguistik terapan, pendekatannya terhadap penggunaan bahasa dalam konteks sosial memberikan dasar bagi perkembangan bidang ini di Amerika Serikat.

Inggris: Christopher Brumfit dan Pengakuan Akademik Linguistik Terapan

Di Inggris, salah satu akademisi pertama yang menyandang gelar profesor linguistik terapan adalah Christopher Brumfit (1940–2006). Brumfit memainkan peran utama dalam pengembangan linguistik terapan sebagai disiplin akademik yang terpisah di Inggris, terutama melalui pekerjaannya di University of Southampton. Ia menekankan pentingnya hubungan antara teori dan praktik dalam pembelajaran bahasa, serta perlunya pendekatan komunikatif dalam pengajaran bahasa asing.

Dalam salah satu karyanya, Brumfit (1984) menyatakan bahwa "applied linguistics must serve as a bridge between linguistic theory and language teaching practice" (p. 27). Pendekatan ini kemudian menjadi dasar bagi banyak metode pengajaran bahasa yang berkembang di akhir abad ke-20.

Brumfit juga dikenal sebagai editor beberapa jurnal akademik yang berpengaruh dalam linguistik terapan, termasuk Applied Linguistics, yang menjadi salah satu publikasi utama dalam bidang ini. Melalui perannya sebagai profesor dan editor, Brumfit membantu membangun komunitas akademik linguistik terapan yang kuat di Inggris.

Selain Brumfit, Henry Widdowson juga merupakan tokoh penting dalam linguistik terapan di Inggris. Widdowson dikenal atas kontribusinya dalam analisis wacana dan metodologi pengajaran bahasa. Ia menulis banyak buku yang menjadi rujukan utama dalam studi linguistik terapan dan bahasa kedua, termasuk Teaching Language as Communication (1978).

Robert Lado di Amerika Serikat dan Christopher Brumfit di Inggris adalah dua akademisi pertama yang secara resmi menyandang gelar profesor linguistik terapan dan memainkan peran penting dalam pengembangan disiplin ini. Lado dikenal atas pendekatan analisis kontrasif dalam pembelajaran bahasa, sementara Brumfit menekankan pentingnya hubungan antara teori linguistik dan praktik pengajaran bahasa. Kedua tokoh ini, bersama dengan akademisi lain seperti Ferguson dan Widdowson, membantu membangun fondasi linguistik terapan sebagai bidang akademik yang diakui secara luas.

Dengan semakin berkembangnya linguistik terapan, warisan dari para akademisi ini terus mempengaruhi cara bahasa diajarkan dan dipelajari di seluruh dunia. Studi mereka tetap menjadi referensi utama bagi peneliti dan praktisi di bidang ini, menjadikan linguistik terapan sebagai bidang yang terus berkembang dengan berbagai perspektif baru.

Jumat, 28 Maret 2025

Implikasi dan Kritik Bagian 5

 

1.     Solusi potensial untuk mengurangi dominasi bahasa Inggris dalam publikasi akademik di bidang linguistik terapan?

Dominasi bahasa Inggris dalam publikasi akademik, khususnya di bidang linguistik terapan, telah menjadi perhatian global. Meskipun bahasa Inggris memberikan akses komunikasi ilmiah yang luas, dominasi ini juga menimbulkan tantangan bagi akademisi dari berbagai latar belakang bahasa. Banyak penelitian dalam bahasa selain Inggris kurang mendapatkan perhatian, sehingga menciptakan ketimpangan dalam penyebaran ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, diperlukan solusi potensial untuk mengurangi dominasi bahasa Inggris dalam publikasi akademik agar lebih inklusif dan mewakili keberagaman linguistik di dunia.

Faktor-Faktor yang Memperkuat Dominasi Bahasa Inggris

Sebelum membahas solusi, penting untuk memahami faktor-faktor yang memperkuat dominasi bahasa Inggris dalam publikasi akademik:

1.      Kebijakan Jurnal Akademik Banyak jurnal internasional terkemuka hanya menerima publikasi dalam bahasa Inggris, yang menyebabkan penelitian dalam bahasa lain kurang mendapat tempat (Lillis & Curry, 2010).

2.      Standar Akademik yang Berbasis Bahasa Inggris Akademisi sering kali diharuskan menulis dalam bahasa Inggris agar penelitian mereka memiliki dampak yang lebih luas. Pennycook (2010) menyatakan bahwa "penggunaan bahasa Inggris sebagai standar akademik menciptakan batasan bagi ilmuwan dari negara non-Inggris" (p. 88).

3.      Kurangnya Infrastruktur untuk Publikasi Multibahasa Banyak penerbit dan jurnal tidak memiliki sistem yang mendukung publikasi dalam berbagai bahasa, yang menyebabkan penelitian dalam bahasa lain kurang dikenal (Salager-Meyer, 2014).

4.      Kebutuhan Karier Akademik Banyak universitas dan lembaga akademik menggunakan publikasi dalam jurnal berbahasa Inggris sebagai ukuran kinerja akademik, sehingga peneliti terpaksa mengikuti tren ini untuk meningkatkan karier mereka (Curry & Lillis, 2018).

Solusi Potensial untuk Mengurangi Dominasi Bahasa Inggris

Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mengurangi dominasi bahasa Inggris dalam publikasi akademik di bidang linguistik terapan. Berikut beberapa solusi potensial:

1.      Mendorong Publikasi dalam Bahasa Lokal Salah satu langkah utama adalah meningkatkan jumlah jurnal akademik yang menerbitkan artikel dalam berbagai bahasa. Jurnal harus lebih terbuka terhadap publikasi dalam bahasa selain Inggris untuk mendukung keberagaman akademik (Canagarajah, 2005).

2.      Membangun Jurnal Multibahasa Penerbit jurnal dapat mengembangkan model publikasi multibahasa, di mana artikel tersedia dalam lebih dari satu bahasa. Pérez-Llantada (2012) menekankan bahwa "jurnal akademik harus menyediakan abstrak dan terjemahan dalam beberapa bahasa untuk meningkatkan visibilitas penelitian non-Inggris" (p. 142).

3.      Meningkatkan Aksesibilitas Jurnal Non-Inggris Banyak jurnal dalam bahasa lain memiliki keterbatasan akses. Dengan membuat repositori penelitian terbuka yang mendukung berbagai bahasa, penelitian dalam bahasa lain dapat lebih dikenal (Kirkpatrick, 2007).

4.      Penyediaan Dukungan untuk Akademisi Non-Inggris Akademisi yang tidak menulis dalam bahasa Inggris perlu mendapatkan dukungan lebih dalam bentuk pelatihan menulis akademik dalam berbagai bahasa. Lillis dan Curry (2010) menyarankan bahwa "bimbingan menulis akademik yang lebih inklusif dapat membantu meningkatkan kualitas penelitian dalam berbagai bahasa" (p. 72).

5.      Kolaborasi Internasional yang Lebih Beragam Kolaborasi antar akademisi dari berbagai negara dapat membantu meningkatkan visibilitas penelitian dalam bahasa lokal. Pennycook (2010) berpendapat bahwa "dengan kolaborasi global, akademisi dari negara berbeda dapat berbagi perspektif dan meningkatkan keseimbangan bahasa dalam publikasi ilmiah" (p. 95).

6.      Mendukung Kebijakan Akademik yang Inklusif Lembaga akademik harus mengakui nilai penelitian dalam bahasa lain. Universitas dan pemerintah perlu mengembangkan kebijakan yang memberikan penghargaan yang sama bagi publikasi dalam berbagai bahasa (Salager-Meyer, 2014).

7.      Meningkatkan Penggunaan Teknologi untuk Penerjemahan Teknologi dapat dimanfaatkan untuk mendukung publikasi dalam berbagai bahasa. Penerbit jurnal dapat menyediakan sistem terjemahan otomatis untuk membantu pembaca mengakses penelitian dalam bahasa yang berbeda (Pennycook, 2010).

Mengurangi dominasi bahasa Inggris dalam publikasi akademik di bidang linguistik terapan adalah tantangan besar yang memerlukan pendekatan multilevel. Meskipun bahasa Inggris tetap menjadi alat komunikasi ilmiah yang penting, langkah-langkah seperti mendorong publikasi multibahasa, membangun jurnal yang lebih inklusif, dan meningkatkan dukungan bagi akademisi non-Inggris dapat membantu menciptakan ekosistem akademik yang lebih adil dan beragam.

Dengan penerapan strategi ini, dunia akademik dapat lebih mencerminkan keberagaman linguistik global dan memungkinkan lebih banyak perspektif untuk berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Kamis, 27 Maret 2025

Implikasi dan Kritik Bagian 4

 

1.     Mengatasi ketimpangan dalam penyebaran penelitian linguistik terapan di berbagai bahasa?

Penelitian linguistik terapan selama ini didominasi oleh akademisi yang tinggal atau dilatih di negara-negara berbahasa Inggris, terutama Amerika Utara dan Inggris. Hal ini menyebabkan ketimpangan dalam penyebaran penelitian di berbagai bahasa, di mana penelitian dalam bahasa Inggris memiliki pengaruh yang jauh lebih besar dibandingkan penelitian dalam bahasa lain. Untuk menciptakan ekosistem akademik yang lebih inklusif, penting untuk memahami faktor-faktor yang menyebabkan ketimpangan ini dan mengembangkan strategi untuk mengatasinya.

Faktor Penyebab Ketimpangan dalam Penelitian Linguistik Terapan

Ketimpangan dalam penyebaran penelitian linguistik terapan dapat disebabkan oleh beberapa faktor utama:

1.      Dominasi Bahasa Inggris dalam Publikasi Ilmiah Bahasa Inggris telah menjadi lingua franca dalam dunia akademik dan publikasi ilmiah. Menurut Curry dan Lillis (2018), "bahasa Inggris bukan hanya menjadi bahasa dominan dalam publikasi akademik, tetapi juga menjadi satu-satunya bahasa yang dianggap memiliki dampak global yang signifikan" (p. 32). Akibatnya, banyak penelitian dalam bahasa lain kurang mendapatkan perhatian dan tidak tersebar luas.

2.      Akses Terbatas ke Jurnal Internasional Banyak akademisi dari negara non-Inggris mengalami kesulitan dalam mengakses jurnal internasional terkemuka. Lillis dan Curry (2010) mencatat bahwa "banyak jurnal terkemuka memiliki standar penerbitan yang sulit dijangkau oleh akademisi yang tidak menulis dalam bahasa Inggris sebagai bahasa pertama" (p. 54). Hal ini membuat penelitian dalam bahasa lain kurang terlihat di kancah global.

3.      Kebijakan Publikasi yang Kurang Inklusif Beberapa jurnal akademik internasional memiliki kebijakan yang kurang inklusif terhadap penelitian yang ditulis dalam bahasa selain bahasa Inggris. Canagarajah (2002) menyatakan bahwa "editor jurnal sering kali mengutamakan penelitian yang sesuai dengan paradigma metodologi dan teori yang dikembangkan di dunia Barat, mengesampingkan perspektif dari negara lain" (p. 78).

4.      Kurangnya Dukungan Institusi untuk Publikasi Multibahasa Banyak universitas dan lembaga penelitian lebih memprioritaskan publikasi dalam jurnal internasional berbahasa Inggris sebagai ukuran kinerja akademik. Akibatnya, penelitian dalam bahasa lain sering kali dianggap kurang bernilai secara akademik (Salager-Meyer, 2014).

Strategi untuk Mengatasi Ketimpangan dalam Penelitian Linguistik Terapan

Untuk mengatasi ketimpangan ini, diperlukan berbagai upaya dari berbagai pihak, termasuk akademisi, penerbit jurnal, dan lembaga akademik.

1.      Mendorong Publikasi dalam Berbagai Bahasa Salah satu solusi utama adalah dengan mendorong publikasi penelitian dalam berbagai bahasa. Beberapa jurnal internasional telah mulai menerapkan kebijakan penerimaan artikel dalam berbagai bahasa, atau menyediakan abstrak dalam beberapa bahasa untuk meningkatkan visibilitas penelitian non-Inggris (Pérez-Llantada, 2012).

2.      Meningkatkan Akses Terhadap Jurnal Non-Inggris Penting untuk meningkatkan akses terhadap jurnal-jurnal yang diterbitkan dalam bahasa selain bahasa Inggris. Hal ini bisa dilakukan dengan membangun repositori penelitian terbuka yang menampilkan penelitian dalam berbagai bahasa dan memberikan akses gratis bagi akademisi di seluruh dunia (Kirkpatrick, 2007).

3.      Meningkatkan Kemampuan Menulis Akademik dalam Bahasa Inggris Untuk meningkatkan visibilitas penelitian dari negara non-Inggris, akademisi dapat diberikan pelatihan dalam menulis akademik dalam bahasa Inggris. Lillis dan Curry (2010) menekankan bahwa "program bimbingan menulis akademik dapat membantu peneliti dari berbagai latar belakang bahasa untuk menyesuaikan diri dengan standar publikasi internasional" (p. 68).

4.      Mendukung Penerbitan Jurnal Multibahasa Universitas dan lembaga akademik dapat mendukung penerbitan jurnal multibahasa yang memungkinkan publikasi dalam berbagai bahasa. Dengan demikian, penelitian dalam bahasa lokal tetap dapat memiliki dampak internasional tanpa harus selalu diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris (Canagarajah, 2005).

5.      Membangun Kolaborasi Internasional yang Lebih Inklusif Akademisi dari berbagai negara dapat bekerja sama dalam proyek penelitian yang lebih inklusif, dengan melibatkan berbagai bahasa dalam publikasi akhir. Canagarajah (2002) menekankan bahwa "kolaborasi antarpeneliti dari berbagai negara dapat membantu mengurangi ketimpangan dalam penyebaran penelitian" (p. 95).

6.      Menggunakan Teknologi untuk Meningkatkan Aksesibilitas Perkembangan teknologi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan penyebaran penelitian dalam berbagai bahasa. Misalnya, penerbit dapat menyediakan terjemahan otomatis yang memungkinkan penelitian dalam bahasa lain lebih mudah diakses oleh pembaca global (Pennycook, 2010).

Ketimpangan dalam penyebaran penelitian linguistik terapan di berbagai bahasa merupakan tantangan besar yang perlu diatasi untuk menciptakan ekosistem akademik yang lebih adil dan inklusif. Dominasi bahasa Inggris dalam publikasi ilmiah, akses terbatas ke jurnal internasional, serta kebijakan akademik yang kurang inklusif merupakan faktor utama yang menyebabkan ketimpangan ini.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan berbagai strategi, termasuk mendorong publikasi dalam berbagai bahasa, meningkatkan akses terhadap jurnal non-Inggris, mendukung penerbitan jurnal multibahasa, serta membangun kolaborasi internasional yang lebih inklusif. Dengan demikian, penelitian dalam linguistik terapan dapat lebih mencerminkan keberagaman bahasa dan budaya di dunia, serta memberikan kontribusi yang lebih luas bagi masyarakat global.

Rabu, 26 Maret 2025

Implikasi dan Kritik Bagian 3

 

1.     Apa dampak dari kenyataan bahwa penelitian dalam linguistik terapan banyak dilakukan oleh mereka yang tinggal atau dilatih di Amerika Utara dan Inggris?

Dalam beberapa dekade terakhir, penelitian dalam bidang linguistik terapan telah berkembang pesat, dengan banyak kontribusi yang berasal dari akademisi yang tinggal atau dilatih di Amerika Utara dan Inggris. Dominasi ini memiliki berbagai dampak terhadap perkembangan bidang linguistik terapan, baik dalam hal teori, metodologi, maupun aplikasi di berbagai konteks global. Artikel ini akan membahas dampak dari kenyataan bahwa sebagian besar penelitian linguistik terapan dilakukan oleh akademisi dari wilayah tersebut, serta bagaimana hal ini mempengaruhi praktik dan kebijakan linguistik di seluruh dunia.

Dominasi Teoretis dalam Linguistik Terapan

Salah satu dampak utama dari dominasi akademisi Amerika Utara dan Inggris dalam penelitian linguistik terapan adalah standar teoretis yang lebih banyak dipengaruhi oleh perspektif Barat. Menurut Canagarajah (2002), "linguistik terapan sering dikembangkan berdasarkan asumsi dan teori yang relevan dengan konteks bahasa Inggris di negara maju, tetapi belum tentu sesuai dengan realitas di negara lain" (p. 45). Hal ini menyebabkan teori-teori yang dikembangkan lebih mencerminkan pengalaman dan kebutuhan masyarakat berbahasa Inggris dibandingkan dengan pengguna bahasa di wilayah lain.

Selain itu, teori yang berkembang dalam linguistik terapan sering kali mengabaikan keberagaman linguistik dan budaya yang ada di dunia. Seperti yang diungkapkan oleh Pennycook (2010), "teori linguistik terapan sering bersifat hegemonik, di mana pandangan yang berasal dari dunia Barat dianggap sebagai standar ilmiah yang harus diikuti oleh semua orang" (p. 87). Hal ini dapat menyebabkan bias dalam penelitian dan aplikasi linguistik terapan di berbagai negara.

Pengaruh terhadap Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian dalam linguistik terapan juga sangat dipengaruhi oleh pendekatan yang dikembangkan di Amerika Utara dan Inggris. Banyak jurnal ilmiah terkemuka dalam bidang ini yang mengadopsi standar penelitian yang berbasis pada metode kuantitatif dan eksperimen yang sesuai dengan konteks pendidikan di negara maju. Lillis dan Curry (2010) mencatat bahwa "akademisi dari negara berkembang sering mengalami kesulitan dalam mempublikasikan penelitian mereka karena metodologi yang digunakan tidak sesuai dengan standar yang diterima di jurnal-jurnal internasional" (p. 120).

Selain itu, pemilihan topik penelitian sering kali berfokus pada masalah yang lebih relevan dengan konteks Anglofon, seperti pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau asing (ESL/EFL). Akibatnya, penelitian yang membahas isu-isu linguistik dalam konteks multibahasa atau dalam bahasa non-Inggris sering kali mendapatkan perhatian yang lebih sedikit dalam publikasi internasional.

Dampak terhadap Kebijakan Pendidikan Bahasa

Dominasi penelitian linguistik terapan oleh akademisi dari Amerika Utara dan Inggris juga berdampak pada kebijakan pendidikan bahasa di berbagai negara. Banyak kebijakan pembelajaran bahasa yang mengadopsi standar dan metode yang dikembangkan di dunia Barat tanpa mempertimbangkan perbedaan sosial dan budaya di negara lain. Phillipson (1992) berpendapat bahwa "penyebaran kebijakan bahasa Inggris global sering kali didasarkan pada kepentingan ekonomi dan politik negara-negara berbahasa Inggris, bukan pada kebutuhan nyata masyarakat lokal" (p. 56).

Sebagai contoh, pendekatan komunikatif dalam pengajaran bahasa (Communicative Language Teaching/CLT) banyak digunakan sebagai standar dalam kurikulum pembelajaran bahasa di berbagai negara. Namun, penelitian menunjukkan bahwa pendekatan ini tidak selalu sesuai dengan konteks pendidikan di negara-negara berkembang, di mana sumber daya yang tersedia sangat terbatas dan norma budaya dalam pembelajaran berbeda dari yang ada di dunia Barat (Kirkpatrick, 2007).

Implikasi bagi Akademisi dari Negara Berkembang

Kenyataan bahwa penelitian linguistik terapan didominasi oleh akademisi yang tinggal atau dilatih di Amerika Utara dan Inggris juga berdampak pada peluang akademisi dari negara berkembang untuk berkontribusi dalam diskusi ilmiah global. Akademisi dari negara berkembang sering menghadapi hambatan dalam mengakses jurnal-jurnal terkemuka, baik karena kendala bahasa, kurangnya dukungan institusional, maupun terbatasnya akses terhadap sumber daya akademik (Salager-Meyer, 2014).

Selain itu, peneliti dari negara berkembang sering kali merasa perlu menyesuaikan penelitian mereka agar sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh jurnal yang berbasis di negara-negara berbahasa Inggris. Hal ini dapat menghambat inovasi dalam linguistik terapan, karena banyak penelitian yang akhirnya lebih berorientasi pada kepentingan akademik di dunia Barat daripada pada kebutuhan lokal (Pérez-Llantada, 2012).

Upaya untuk Meningkatkan Keberagaman dalam Linguistik Terapan

Meskipun dominasi akademisi Amerika Utara dan Inggris dalam penelitian linguistik terapan masih kuat, ada berbagai upaya untuk meningkatkan keberagaman dalam bidang ini. Salah satu langkah yang diambil adalah dengan mendorong publikasi dalam bahasa selain bahasa Inggris, serta memberikan ruang bagi penelitian yang berbasis pada konteks lokal. Canagarajah (2005) menyarankan bahwa "editor jurnal dan penerbit akademik perlu memberikan lebih banyak peluang bagi akademisi dari negara berkembang untuk berkontribusi dalam publikasi internasional" (p. 63).

Selain itu, banyak universitas dan lembaga penelitian mulai menyadari pentingnya mendukung penelitian yang lebih inklusif dan merepresentasikan berbagai perspektif global. Program kolaborasi antara akademisi dari negara maju dan berkembang juga semakin berkembang, yang dapat membantu mengurangi kesenjangan dalam publikasi akademik dan meningkatkan pertukaran ide yang lebih luas dalam linguistik terapan.

Dominasi akademisi yang tinggal atau dilatih di Amerika Utara dan Inggris dalam penelitian linguistik terapan memiliki berbagai dampak yang signifikan terhadap perkembangan teori, metodologi, dan kebijakan dalam bidang ini. Sementara pendekatan yang dikembangkan di dunia Barat sering dianggap sebagai standar dalam penelitian linguistik terapan, hal ini juga dapat menyebabkan bias dalam pemilihan topik penelitian dan metodologi yang digunakan.

Untuk memastikan bahwa linguistik terapan dapat berkembang secara lebih inklusif dan mewakili keberagaman global, perlu adanya upaya untuk meningkatkan akses akademisi dari negara berkembang dalam publikasi ilmiah, memperluas cakupan penelitian di luar konteks Anglofon, serta mendukung penelitian yang berbasis pada realitas lokal. Dengan cara ini, linguistik terapan dapat menjadi bidang yang lebih reflektif terhadap keberagaman linguistik dan budaya di dunia.

Selasa, 25 Maret 2025

Implikasi dan Kritik Bagian 2

 

1.     Mengapa menurut editor, hanya para sarjana dari Amerika Utara dan Inggris yang berkontribusi dalam volume yang mereka susun?

Dalam dunia akademik, terdapat kritik yang menyatakan bahwa publikasi ilmiah sering kali didominasi oleh sarjana dari Amerika Utara dan Inggris. Kritik ini menyiratkan bahwa hanya akademisi dari kawasan tersebut yang memiliki akses luas ke penerbitan bergengsi dan kesempatan untuk berkontribusi dalam volume akademik yang disusun oleh editor tertentu. Artikel ini akan mengeksplorasi alasan yang diajukan oleh editor untuk menjelaskan fenomena ini serta mempertimbangkan implikasi dari pola dominasi ini dalam dunia akademik global.

Faktor Ketersediaan dan Aksesibilitas

Salah satu alasan utama yang dikemukakan oleh editor adalah ketersediaan dan aksesibilitas sarjana dari Amerika Utara dan Inggris dalam publikasi ilmiah. Hyland (2016) menyatakan bahwa "akademisi dari negara-negara berbahasa Inggris memiliki lebih banyak akses terhadap sumber daya akademik dan jaringan penerbitan, yang memungkinkan mereka lebih aktif dalam kontribusi ilmiah" (p. 103). Dengan demikian, editor sering kali menerima lebih banyak naskah dari akademisi di kawasan tersebut dibandingkan dari negara-negara lain yang memiliki keterbatasan sumber daya.

Editor juga berpendapat bahwa jurnal dan volume akademik sering kali mendapatkan kontribusi berdasarkan jaringan profesional yang telah ada sebelumnya. Banyak editor yang memiliki hubungan akademik dengan kolega mereka di Amerika Utara dan Inggris, yang membuat mereka lebih mungkin menerima undangan untuk berkontribusi. Seperti yang dinyatakan oleh Swales (2004), "jejaring akademik memainkan peran penting dalam siapa yang mendapatkan kesempatan untuk menerbitkan, karena kolaborasi ilmiah sering kali didasarkan pada hubungan profesional yang sudah terjalin" (p. 87).

Penguasaan Bahasa Inggris sebagai Hambatan

Hambatan bahasa juga menjadi faktor yang sering dikemukakan oleh editor dalam menjelaskan dominasi akademisi Amerika Utara dan Inggris dalam publikasi ilmiah. Lillis dan Curry (2010) mengamati bahwa "kemampuan untuk menulis dalam bahasa Inggris akademik yang memenuhi standar jurnal internasional sering kali menjadi hambatan bagi akademisi dari negara-negara non-bahasa Inggris" (p. 152). Editor sering kali lebih cenderung menerima kontribusi dari penulis yang memiliki kemampuan bahasa Inggris yang baik karena mengurangi beban penyuntingan dan meningkatkan kualitas naskah yang diterbitkan.

Editor juga menekankan bahwa banyak akademisi dari negara berkembang tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk menyewa layanan penyuntingan profesional guna meningkatkan kualitas bahasa tulisan mereka. Akibatnya, mereka sering mengalami penolakan dalam proses peer-review karena kendala bahasa dan gaya penulisan yang tidak sesuai dengan standar jurnal internasional.

Standar Akademik dan Reputasi Jurnal

Argumen lain yang sering diajukan oleh editor adalah bahwa standar akademik dan reputasi jurnal memainkan peran penting dalam seleksi kontribusi. Menurut Flowerdew (2015), "editor jurnal sering kali berusaha untuk mempertahankan standar akademik tertentu yang lebih mudah dipenuhi oleh akademisi dari Amerika Utara dan Inggris karena mereka telah terbiasa dengan sistem publikasi yang ketat" (p. 112). Dengan kata lain, akademisi dari kawasan tersebut memiliki lebih banyak pengalaman dalam menulis artikel yang sesuai dengan standar jurnal internasional.

Selain itu, banyak jurnal dan penerbit akademik bergengsi yang berbasis di Amerika Utara dan Inggris memiliki kebijakan ketat terkait proses seleksi dan peer-review. Hal ini membuat editor lebih cenderung memilih kontributor dari universitas dan institusi yang sudah memiliki reputasi tinggi, yang sebagian besar berlokasi di negara-negara tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Pérez-Llantada (2012), "proses seleksi akademik sering kali berorientasi pada kredibilitas institusi, yang menyebabkan bias terhadap akademisi dari universitas-universitas ternama di dunia Barat" (p. 98).

Tantangan yang Dihadapi Akademisi dari Negara Berkembang

Selain hambatan bahasa dan aksesibilitas, akademisi dari negara berkembang juga menghadapi berbagai tantangan struktural yang membatasi peluang mereka untuk berkontribusi dalam publikasi ilmiah internasional. Salager-Meyer (2014) mencatat bahwa "kurangnya pendanaan untuk penelitian, akses terbatas ke jurnal-jurnal internasional, dan rendahnya tingkat dukungan institusional menjadi kendala utama bagi akademisi dari negara-negara berkembang" (p. 145). Faktor-faktor ini membuat mereka lebih sulit untuk bersaing dengan akademisi dari negara-negara maju dalam mengajukan kontribusi ke jurnal dan volume akademik yang disusun oleh editor.

Selain itu, editor sering kali menerima lebih sedikit kiriman dari akademisi di negara berkembang karena kurangnya kesadaran tentang peluang publikasi internasional. Dalam banyak kasus, akademisi dari negara berkembang lebih cenderung menerbitkan karya mereka di jurnal lokal yang lebih mudah diakses dan tidak memerlukan tingkat persaingan yang tinggi.

Upaya untuk Meningkatkan Inklusivitas

Meskipun editor sering membela dominasi akademisi Amerika Utara dan Inggris dalam publikasi ilmiah, banyak yang juga mulai mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan inklusivitas. Salah satu strategi yang diadopsi adalah secara aktif mengundang akademisi dari berbagai negara untuk berkontribusi dalam jurnal dan volume akademik. Lillis dan Curry (2010) menyarankan bahwa "editor harus secara proaktif mencari akademisi dari berbagai belahan dunia dan memberikan bimbingan dalam proses publikasi untuk meningkatkan keterwakilan global" (p. 178).

Selain itu, beberapa jurnal juga telah mulai menyediakan layanan penyuntingan bahasa gratis atau diskon bagi akademisi dari negara berkembang untuk membantu mereka mengatasi hambatan bahasa. Langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa lebih banyak suara dari berbagai latar belakang budaya dapat masuk ke dalam wacana akademik global.

Editor jurnal ilmiah sering kali membela dominasi akademisi Amerika Utara dan Inggris dalam publikasi ilmiah dengan mengemukakan berbagai alasan, termasuk faktor aksesibilitas, jejaring akademik, hambatan bahasa, serta standar akademik yang ketat. Namun, meskipun alasan-alasan ini dapat menjelaskan fenomena yang terjadi, tetap ada tantangan yang harus diatasi agar publikasi ilmiah lebih inklusif dan representatif dari berbagai perspektif global.

Dengan semakin meningkatnya kesadaran tentang pentingnya inklusivitas dalam publikasi akademik, banyak editor telah mulai mengambil langkah-langkah untuk memperluas akses bagi akademisi dari berbagai negara. Langkah-langkah ini, seperti meningkatkan dukungan bagi akademisi dari negara berkembang dan memperkenalkan kebijakan editorial yang lebih inklusif, dapat membantu menciptakan sistem publikasi ilmiah yang lebih adil dan beragam.

Senin, 24 Maret 2025

Implikasi dan Kritik Bagian 6

 Daftar Pustaka bacaan pendukung

·         Canagarajah, A. S. (2002). A geopolitics of academic writing. University of Pittsburgh Press.

·         Hyland, K. (2016). Academic publishing: Issues and challenges in the construction of knowledge. Oxford University Press.

·         Lillis, T., & Curry, M. J. (2010). Academic writing in a global context: The politics and practices of publishing in English. Routledge.

·         Pérez-Llantada, C. (2012). Scientific discourse and the rhetoric of globalization: The impact of culture and language. Bloomsbury.

·         Swales, J. M. (2004). Research genres: Explorations and applications. Cambridge University Press.

·         Flowerdew, J. (2015). Discourse in English language education. Routledge.

·         Hyland, K. (2016). Academic publishing: Issues and challenges in the construction of knowledge. Oxford University Press.

·         Lillis, T., & Curry, M. J. (2010). Academic writing in a global context: The politics and practices of publishing in English. Routledge.

·         Pérez-Llantada, C. (2012). Scientific discourse and the rhetoric of globalization: The impact of culture and language. Bloomsbury.

·         Salager-Meyer, F. (2014). "Writing and publishing in peripheral scholarly journals: How to enhance the global influence of multilingual scholars?" Journal of English for Academic Purposes, 13(2), 137-145.

·         Swales, J. M. (2004). Research genres: Explorations and applications. Cambridge University Press.

·         Canagarajah, A. S. (2002). A geopolitics of academic writing. University of Pittsburgh Press.

·         Canagarajah, A. S. (2005). Reclaiming the local in language policy and practice. Routledge.

·         Kirkpatrick, A. (2007). World Englishes: Implications for international communication and English language teaching. Cambridge University Press.

·         Lillis, T., & Curry, M. J. (2010). Academic writing in a global context: The politics and practices of publishing in English. Routledge.

·         Pennycook, A. (2010). Language as a local practice. Routledge.

·         Perez-Llantada, C. (2012). Scientific discourse and the rhetoric of globalization: The impact of culture and language. Bloomsbury.

·         Phillipson, R. (1992). Linguistic imperialism. Oxford University Press.

·         Salager-Meyer, F. (2014). "Writing and publishing in peripheral scholarly journals: How to enhance the global influence of multilingual scholars?" Journal of English for Academic Purposes, 13(2), 137-145.

·         Canagarajah, A. S. (2002). A geopolitics of academic writing. University of Pittsburgh Press.

·         Canagarajah, A. S. (2005). Reclaiming the local in language policy and practice. Routledge.

·         Curry, M. J., & Lillis, T. (2018). Global academic publishing: Policies, perspectives and pedagogies. Multilingual Matters.

·         Kirkpatrick, A. (2007). World Englishes: Implications for international communication and English language teaching. Cambridge University Press.

·         Lillis, T., & Curry, M. J. (2010). Academic writing in a global context: The politics and practices of publishing in English. Routledge.

·         Pennycook, A. (2010). Language as a local practice. Routledge.

·         Perez-Llantada, C. (2012). Scientific discourse and the rhetoric of globalization: The impact of culture and language. Bloomsbury.

·         Salager-Meyer, F. (2014). "Writing and publishing in peripheral scholarly journals: How to enhance the global influence of multilingual scholars?" Journal of English for Academic Purposes, 13(2), 137-145.

·         Canagarajah, A. S. (2005). Reclaiming the local in language policy and practice. Routledge.

·         Curry, M. J., & Lillis, T. (2018). Global academic publishing: Policies, perspectives and pedagogies. Multilingual Matters.

·         Kirkpatrick, A. (2007). World Englishes: Implications for international communication and English language teaching. Cambridge University Press.

·         Lillis, T., & Curry, M. J. (2010). Academic writing in a global context: The politics and practices of publishing in English. Routledge.

·         Pennycook, A. (2010). Language as a local practice. Routledge.

·         Perez-Llantada, C. (2012). Scientific discourse and the rhetoric of globalization: The impact of culture and language. Bloomsbury.

Salager-Meyer, F. (2014). "Writing and publishing in peripheral scholarly journals: How to enhance the global influence of multilingual scholars?" Journal of English for Academic Purposes, 13(2), 137-145.

Implikasi dan Kritik Bagian 1

 

1.     Argumen yang diajukan oleh editor untuk membantah anggapan bahwa buku mereka mencerminkan imperialisme budaya?

 

Dalam diskusi mengenai dominasi bahasa dan budaya dalam penerbitan ilmiah, sering muncul anggapan bahwa buku yang diterbitkan dalam bahasa Inggris mencerminkan imperialisme budaya. Kritik ini berangkat dari pandangan bahwa penyebaran karya ilmiah dalam satu bahasa dominan dapat menggeser keberagaman linguistik dan melemahkan identitas budaya lokal. Namun, editor jurnal dan penerbit akademik memiliki berbagai argumen untuk membantah anggapan ini. Artikel ini akan mengulas berbagai pembelaan yang diajukan oleh editor terkait isu imperialisme budaya dalam penerbitan akademik.

Budaya Bahasa Inggris sebagai Alat Universal, Bukan Dominasi

Salah satu argumen utama yang diajukan oleh editor adalah bahwa penggunaan bahasa Inggris dalam publikasi akademik lebih merupakan alat komunikasi universal daripada upaya mendominasi budaya lain. Hyland (2016) menyatakan bahwa "penggunaan bahasa Inggris dalam publikasi ilmiah tidak selalu mencerminkan dominasi budaya, melainkan lebih kepada kebutuhan untuk menjangkau audiens yang lebih luas" (p. 92). Dengan kata lain, bahasa Inggris dipilih bukan karena ingin menghapus keberagaman budaya, tetapi karena kemampuannya dalam menjembatani komunikasi lintas negara.

Editor juga menekankan bahwa banyak ilmuwan dari berbagai negara dengan sukarela memilih untuk menulis dalam bahasa Inggris karena mereka ingin penelitian mereka diakui secara internasional. Menurut Swales (2004), "banyak akademisi merasa bahwa menulis dalam bahasa Inggris memberikan mereka peluang lebih besar untuk berpartisipasi dalam diskusi ilmiah global" (p. 45). Dengan demikian, keputusan untuk menggunakan bahasa Inggris dalam publikasi lebih bersifat pragmatis daripada bentuk dominasi budaya.

Keberagaman Konten dalam Publikasi Ilmiah

Argumen lain yang diajukan oleh editor adalah bahwa meskipun bahasa Inggris digunakan sebagai medium utama, konten yang diterbitkan tetap mencerminkan perspektif yang beragam dari berbagai budaya. Menurut Canagarajah (2002), "meskipun bahasa Inggris menjadi medium utama, karya-karya akademik tetap mencerminkan perspektif budaya yang berbeda dari berbagai penjuru dunia" (p. 78). Ini menunjukkan bahwa bahasa Inggris tidak secara otomatis menghapus keberagaman pandangan dan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam literatur akademik.

Selain itu, banyak jurnal internasional yang secara aktif mendorong partisipasi penulis dari berbagai latar belakang budaya dan geografis. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa penelitian yang diterbitkan tidak hanya berasal dari negara-negara berbahasa Inggris, tetapi juga dari akademisi di negara berkembang yang memiliki wawasan dan perspektif unik.

Inisiatif Penerbit untuk Menjaga Keberagaman Linguistik

Editor juga membantah anggapan imperialisme budaya dengan menunjukkan berbagai inisiatif yang dilakukan untuk menjaga keberagaman linguistik dalam publikasi akademik. Salah satu langkah yang banyak diambil adalah menyediakan ringkasan atau abstrak dalam berbagai bahasa lokal. Pérez-Llantada (2012) menyatakan bahwa "menyediakan abstrak dalam bahasa lokal adalah salah satu cara untuk mempertahankan keberagaman linguistik dalam dunia akademik" (p. 101).

Selain itu, beberapa jurnal ilmiah juga telah mulai menerbitkan edisi multibahasa atau memberikan opsi bagi penulis untuk menyertakan versi terjemahan dari artikel mereka dalam bahasa asli mereka. Langkah ini menunjukkan bahwa penerbit akademik tidak bertujuan untuk menghapus bahasa lain, tetapi justru berusaha untuk mendukung keberagaman bahasa dalam publikasi ilmiah.

Peran Editor dalam Mendorong Kolaborasi Global

Editor juga menekankan bahwa penggunaan bahasa Inggris dalam publikasi ilmiah bertujuan untuk mendorong kolaborasi global, bukan untuk menekan bahasa dan budaya lain. Lillis dan Curry (2010) mengungkapkan bahwa "penggunaan bahasa Inggris memungkinkan akademisi dari berbagai negara untuk bekerja sama dan berbagi ide tanpa kendala bahasa yang signifikan" (p. 119). Kolaborasi ini penting untuk kemajuan ilmu pengetahuan karena memungkinkan pertukaran ide yang lebih luas dan mempercepat perkembangan penelitian.

Editor juga berpendapat bahwa dalam era digital dan globalisasi, batasan linguistik semakin kabur. Dengan adanya teknologi penerjemahan dan berbagai alat komunikasi berbasis bahasa, peneliti dari berbagai latar belakang budaya dapat lebih mudah mengakses dan berbagi pengetahuan tanpa harus merasa terpinggirkan oleh dominasi bahasa tertentu.

Secara keseluruhan, editor jurnal ilmiah memiliki berbagai argumen yang membantah anggapan bahwa publikasi dalam bahasa Inggris mencerminkan imperialisme budaya. Mereka menegaskan bahwa penggunaan bahasa Inggris lebih bertujuan sebagai alat komunikasi global yang efisien daripada sebagai bentuk dominasi budaya. Selain itu, keberagaman konten, inisiatif penerbit dalam mempertahankan keberagaman linguistik, serta peran bahasa Inggris dalam mendorong kolaborasi ilmiah global menunjukkan bahwa publikasi akademik dalam bahasa Inggris bukanlah upaya untuk menghapus budaya lain, melainkan untuk meningkatkan aksesibilitas dan keterhubungan dalam komunitas ilmiah internasional.